Pengantar Blog

Kata orang, "tak kenal maka tak sayang". Benarkah begitu? Tidak selalu, jawabnya. Semakin dilihat dari perspektif negatif tentu saja pengenalan ini bukan mendekatkan malah menjauhkan kita dari dia. Maka itu kenallah dalam perspektif positif, apapun yang dilakukannya, baik atau buruk, menyenangkan atau menyebalkan, adalah bagian dari proses kita memahami dan mencintai.

Namun yang perlu digaris bawahi adalah karena itu terjadi akibat rasa cinta dimana setiap orang ingin berbuat sesuatu di gereja ini.Jadi sumonggo saling belajar, sharing dan bertumbuh sebagai dalam persekutuan yang saling mengasihi dan membangun di dalam Tuhan Yesus Kristus.


Rabu, 12 Mei 2010

Tantangan Pelayanan : Emang Enak Jadi Majelis atau Pengurus Komisi ?


Sudahkah kita melayani? Atau kita ingin dilayani? Mari datang rumah makan atau restoran, dijamin kita pasti dilayani, tentunya dengan kompensasi kita harus membayar untuk dilayani. No money no service.
Hukum ini mestinya sangat nyata dan logis ditengah kehidupan manusia. Balik lagi hubungan sebab akibat, sebenarnya Yesus sudah mengajarkan kepada kita mengenai hukum sebab akibat ini, misalnya dalam doa bapa kami, ”Ampunilah kami, atas kesalahan kami seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami.” Balik lagi kan, kalo mau diampuni, ya harus mengampuni.
Sebelum membahas masalah pelayanan secara kristiani, lebih baik kita membahas dulu apa terminologi melayani. Melayani menurut kamus bahasa Indonesia adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan pelayanan sebagai usaha melayani kebutuhan orang lain. Sedangkan melayani adalah membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan seseorang.
Ada beberapa komponen dalam melayani, yakni pihak yang melayani, pihak yang dilayani, alat untuk melayani dan interaksi antar pihak.
Pertanyaannya sekarang, apakah kita ini menjadi orang yang dilayani atau orang yang melayani? Mungkin sebagian orang yang aktif dalam gereja ini menjawab, ”saya orang yang melayani”, sebagian lagi yang merasa tidak aktif menjawab,”mungkin saya termasuk orang yang dilayani”. Dua-duanya bisa jadi betul dan bisa juga salah. Maklum dalam dunia sebenarnya cuma ada dua pilihan, benar atau salah. Pilihan yang ketiga bisa benar bisa salah.
Seperti dalam sarasehan KWD di gereja beberapa waktu yang lalu, tercetus pendapat bahwa melayani selalu diidentikan dengan posisi warga jemaat dalam organisasi gereja. Semakin banyak masuk menjadi komisi dan pengurus, semakin muncul anggapan bahwa yang bersangkutan adalah orang yang sangat berdedikasi dan penuh pelayanan. Kembali lagi bisa benar bisa tidak.
Melayani sejatinya kembali pada esensi melayani itu sendiri. Siapa yang kita layani. Dalam Matius 9:37-38, Maka kata-Nya kepada murid-murid-Nya: "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu." Jadi sebenarnya kita menjadi pekerja untuk apa dan siapa? Beberapa ahli teologia mengatakan bahwa tuaian itu adalah jiwa jiwa yang perlu diselamatkan. Jadi kita yang diminta untuk bekerja supaya sang Tuan pemilik kebun mendapatkan panen/tuaian yang banyak.
Dari sini jelas, bahwa melayani dan bekerja di ladang Tuhan, esensinya adalah bekerja untuk Tuhan, bukan untuk Tuaian. Kelihatannya kesimpulan ini sangat implisit sekali, sulit untuk diterapkan karena secara fisiki kita tidak berinteraksi dengan Tuhan.
Kalo kita lihat komponen berikutnya, yakni interaksi antar pelayan dan yang dilayani. Disinilah faktor yang kasat mata yang bisa dilihat manusia. Matius 25:34-36, Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum, ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku”
Inilah implementasi dalam melakukan pelayanan. Tidak lagi implisit dengan menggunakan nama Tuhan untuk mengklaim bahwa kita melayani Tuhan dengan aktif dalam organisasi, namun tanpa melakukan apa yang difirmankan dalam injil Matius ini.
Menjadi majelis, menjadi pengurus komisi adalah simbol bahwa kita memiliki kewenangan untuk menentukan aktifitas apa yang akan kita lakukan dalam rangka melayani. Simbol yang seringkali diasosiasikan dengan apa yang dinamakan kebanggaan. Kebanggaan bahwa saya sudah melayani Tuhan, jadi orang lain yang tidak (mau) jadi pengurus adalah orang yang tidak mau melayani Tuhan.
Mestinya kewenangan ini dimanfaatkan untuk menggerakkan seluruh warga jemaat untuk mau mengimplementasikan konsep melayani itu dengan cara berinteraksi. Jangan sampai pengurus komisi atau majelis menjadi pelayan tanpa interaksi. Mereka tahu siapa yang akan dilayani, namun tak pernah memulai melayani karena tidak pernah melakukan interaksi.
Ada faktor penting lagi yang perlu dicermati adalah melayani sebagai upaya memenuhi kebutuhan orang yang dilayani. Artinya penting bagi kita untuk tahu kebutuhan jemaat kita. Bagi pengurus komisi dan majelis yang notabene sudah merasa diri sebagai pelayan, tentunya percaya pada Kristus, melakukan hukum kasih dan kebutuhan pemenuhan akan kerohanian adalah penting dalam kehidupan mereka. Namun bagi sebagian warga jemaat, kebutuhan perut menjadi faktor utama dalam kehidupan mereka. Malah sebagian jemaat seringkali apriori terhadap kehadiran Tuhan dalam kehidupan mereka, mengingat kehidupan mereka secara ekonomi tidak pernah menentu.
Seperti kata Abraham Maslow dalam teorinya, penuhi dulu kehidupan primernya, economic needs, niscaya jika itu tercipta, sehingga kebutuhan akan rasa aman dalam diri seseorang terpenuhi. Aman dan tidak khawatir akan apa yang mereka makan dan minum, aman akan masa depan mereka sehingga dari situ muncul step kebutuhan untuk mengasihi dan dikasihi. Pada tahap inilah, pemahaman spiritual akan Firman Tuhan mulai menyatu dengan kehidupan mereka. Jangan berharap banyak mereka akan memiliki ketahanan spiritual, meski ada firman Tuhan dalam Matius 6:33-34, ”Carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Janganlah kuatir akan hari esok....” Bagaimana mungkin mereka akan meresapi firman ini, karena kenyataan di dalam kehidupan mereka, mereka masih kekurangan dan tidak menentu masa depannya?
Peran diakonia gereja menjadi unsur penting untuk masuk dalam permasalahan ini. Kata diakon berasal dari kata Yunani diakonos, yang kerap diterjemahkan sebagai pelayan. Dalam tata gereja GKJ, diaken adalah pejabat gerejawi yang dipilih, dipanggil, dan diteguhkan oleh jemaat untuk melayani jemaat Tuhan dengan sukarela, yang tugas utamanya pelayanan kasih. Melayani jemaat Tuhan adalah intinya. Apa interaksi yang dibentuk dalam pelayanan ini. Kembali ke kebutuhan jemaatnya. Sudahkah diaken gereja ini mengerti betul akan kebutuhan jemaatnya.
Ada parodi dalam menangkap dan memahami kebutuhan jemaat ini. Bagaikan makan dengan mata tertutup, yang seorang menyendok sesuatu, dan berkata,”emm ayamnya enak, ini pasti ayam goreng”. Yang kedua berkata,”saya makan krupuk”, yang ketiga berkata,”tidak ini pedas, pasti saya makan sambel”, yang keempat,”tidak, ini adalah nasi yang lembek sekali.” Jika demikian, kesimpulannya apa.
Kembali lagi, gereja ini perlu mereformasi fokus pelayanannya. Jika fokus pelayanan gereja ini adalah membangun infrastruktur secara fisik, rumah pastori, gedung gereja. Jangan heran yang hadir dalam kegiatan gereja adalah orang-orang yang itu-itu aja, karena tipe jemaat ini adalah orang yang sudah terpenuhi kebutuhan ekonomi dan sudah memiliki pemahaman spiritual akan rasa aman di dalam Tuhan Yesus Kristus.
Bagilah prosentasi fokus pelayanan pada hal lain. Diakonia! Pelayanan kedalam. Membantu struktur ekonomi keluarga jemaat tidak akan pernah salah, memberikan bantuan dana ke jemaat tidak pernah salah dan tidak menyalahi aturan gereja. Memberikan pinjaman untuk modal usaha, juga tidak menyalahi aturan gereja. Bukan tidak mungkin masih ada pemahaman dari jemaat dan majelis bahwa keuangan gereja tidak dipakai untuk pinjam meminjam.
Ujung dari semua itu adalah memenuhi kebutuhan dasar jemaat, terutama yang memiliki persoalan ekonomi dan ”rasa aman” akan kehidupannya. Dengan gereja hadir di tengah mereka, artinya Tuhan hadir bersama mereka. Ketahanan spiritual akan terbentuk seiring implementasi nyata dalam kehidupan mereka, bahwa kebutuhan mereka akan tercukupi, sehingga mereka merasakan secara nyata bahwa Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan (Yeremia 29:11).
Selamat menjadi pelayan.

1 komentar:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus