Pengantar Blog

Kata orang, "tak kenal maka tak sayang". Benarkah begitu? Tidak selalu, jawabnya. Semakin dilihat dari perspektif negatif tentu saja pengenalan ini bukan mendekatkan malah menjauhkan kita dari dia. Maka itu kenallah dalam perspektif positif, apapun yang dilakukannya, baik atau buruk, menyenangkan atau menyebalkan, adalah bagian dari proses kita memahami dan mencintai.

Namun yang perlu digaris bawahi adalah karena itu terjadi akibat rasa cinta dimana setiap orang ingin berbuat sesuatu di gereja ini.Jadi sumonggo saling belajar, sharing dan bertumbuh sebagai dalam persekutuan yang saling mengasihi dan membangun di dalam Tuhan Yesus Kristus.


Jumat, 14 Mei 2010

Berita : Pintu Samping Gereja

Memang majelis GKJ Bogor itu inovatif. Melihat banyak jemaat khususnya adiyuswo yang kesulitan menaiki tangga di pintu utama, bulan April ini majelis membuat pintu samping yang landai bagi warga jemaat adiyuswo tersebut. Memang posisi lantai gereja yang cukup tinggi menyulitkan warga untuk masuk ke dalam gereja apalagi dalam keadaaan hujan dan basah. Takut terpeleset.
Yang senang bukan hanya warga adiyuswo, warga jemaat yang sering terlambat juga bisa senang. Karena jika kebaktian sudah dimulai, pintu utama akan ditutup oleh majelis dan apabila dibuka tentu saja menarik perhatian jemaat khususnya bapak pendeta yang ada di mimbar, ”oh.. si anu terlambat”.
Dengan melalui pintu samping, kita dapat menyelinap dan duduk tanpa diketahui majelis atau jemaat yang lain. Bukan begitu?

Berita : Ruang Ibadah Remaja

Saat ini, para remaja GKJ Bogor bernafas lega. Majelis ternyata membuat ruangan khusus bagi ibadah remaja di lantai atas dengan menyekat ruang terbuka di lantai atas menjadi beberapa ruang. Ruang-ruang tersebut diperuntukkan bagi ibadah remaja, dan ibadah sekolah minggu kelas besar.
Hal ini menjawab permasalahan ibadah remaja yang sering terganggu oleh lalu lalangnya jemaat di lantai atas, atau terganggu oleh mondar mandirnya anak sekolah minggu kelas batita yang sering keluyuran.
Tentu saja ruangan ini masih panas dan sumuk karena belum dipasang AC alias pendingin udara. Namun ini saja sudah bersyukur ada ruang khusus untuk ibadah remaja.

Berita : Perayaan Paskah Sekolah Minggu

Meski paskah sudah berlalu satu bulan, tidak menyurutkan pengurus komisi anak untuk merayakan paskah bersama anak-anak sekolah minggu. Bertempat di Kebun Raya Bogor, kebun raya kebanggan warga Bogor, anak-anak sekolah minggu beserta pembinanya dan sebagian orang tua (khususnya bagi sekolah minggu batita) merayakan paskah.
Acara dipimpin oleh mas Yohanes dan mbak Ratih, dengan Firman Tuhan dibawakan oleh Ibu Agustina. Acara tentu saja diselingi dengan pencarian telur dan permainan khas anak-anak sekolah minggu.
Semua bergembira ria. Dengan dekorasi paskah khusus di kebun raya menambah suasana paskah menjadi nyata di acara ini.
Acara ditutup dengan makan siang bersama, meski waktu masih menunjukkan pukul sebelas siang. Selamat untuk pengurus komisi anak yang mengadakan acara ini.

Berita: Komisi Warga Dewasa

Kembalinya si anak hilang bp.Kristianto EB berdomisili di Bogor menambah gairah kegiatan Komisi Warga Dewasa. Tentunya ini hanya kelakar saja. Trio pengurus KWD yakni bp.Kustono, bp.Hery Susanto dan bp.Kristianto membuat kegiatan KWD semakin membara.
Dua kali Sabtu yakni tanggal 17 April dan 1 May 2010, KWD mengadakan sarasehan tepatnya pembinaan bagi warga dewasa. Pertemuan pertama menghadirkan bp.Pdt Yoel Indrasmoro,Sth sebagai pembicara tunggal dengan membahas bagaimana menjadi pemimpin PA yang baik. Tentu saja ini pas dengan kondisi GKJ Bogor yang sekarang krisis PA (pemahaman Alkitab). Lihat saja, tidak semua kelompok bisa rutin melakukan PA. Bisa saja karena waktu, tempat, monoton, bosan, lebih suka latihan koor, tidak ada yang mau memimpin dan lain sebagainya. Semestinya ini tidak menjadi alasan untuk tidak mengadakan PA atau bahkan tidak mau memimpin PA.
Dari pemaparan pendeta Yoel, tentu saja menginspirasi jemaat bagaimana memimpin PA. Lho makin bersemangat kan.
Sabtu kedua, lanjutan dari bagaimana memimpin PA, tentu saja esensi menjadi pelayan menjadi penting. Bagaimana Hidup yang melayani, dengan pembicara Pdt Setyo Budi P, Pnt Andreas dan Bp.Basuki RN. Tentu saja acara cukup menarik dan inspiratif. Diskusi pun semakin malam semakin ramai. Mudah-mudahan warga dewasa semakin bersemangat untuk melayani.

Kasih Bertepuk Sebelah Tangan

Suatu hari ada seorang kristen berjalan tergesa-gesa masuk ke sebuah gereja. Mungkin karena terlambat, seorang Kristen ini langsung berdoa dan mendengarkan khotbah pendeta. Akhir kebaktian ia pun menoleh ke kiri dan ke kanan. Wajahnya kebingungan. Tidak ada seorangpun yang dikenalnya. Ah ternyata dia salah masuk gereja.
Kisah ini bukan mustahil terjadi pada diri kita. Datang ke gereja bagaikan orang asing. Kita hanya fokus pada diri kita sendiri. ”Pokoknya saya datang ke gereja, memuji Tuhan dan mendengarkan firman Tuhan”. Bahkan kita sama sekali (boleh dikatakan tidak peduli) terhadap orang di samping kiri dan kanan kita.
Mungkin kejadiannya tidak se-ekstrim kisah di atas. Namun pernahkah kita menyadari kita atau orang lain menjadi orang asing di gereja kita? Ah, saya kenal kok siapa dia, mungkin itu jawab kita.
Menjadi orang asing sangat tidak menyenangkan. Do not talk to stranger, judul sebuah film. Terjadi perbedaan atau gap antara kita dengan orang lain, baik itu budaya, pengetahuan, bahasa bahkan relationship (hubungan antar manusia).
Gap yang terjadi di gereja biasanya bukan terjadi karena kita tidak mengenal orang yang bersangkutan. Gap yang terjadi karena kita tidak mau tahu dan mengerti bagaimana keadaaannya. Dan ini terjadi karena kita semakin tidak peduli terhadap orang lain dan hanya berfokus pada diri kita sendiri.
Pertanyaan berikut, pernahkah kita mencoba lebih dekat dengan orang lain (baca jemaat GKJ Bogor) yang bukan keluarga kita? Bagaimana dengan jemaat dalam satu kelompok? Bagaimana dengan jemaat yang bukan satu kelompok?
Ah ngapain mas, lha wong mengurusi diri sendiri saja tidak becus.
Istilah patuwen atau perkunjungan merupakan istilah yang familiar di kalangan gereja untuk saling mengunjungi dan memperhatikan satu sama lain, antar jemaat, antar keluarga. Melalui patuwen kita saling menguatkan satu sama lain. Rommy Rafael, praktisi Hipnotis terkenal pernah mengatakan, akan sulit menghipnotis seseorang, jika seseorang itu juga tidak mau membuka diri untuk dihipnotis. Nah begitu juga patuwen, akan sulit dilakukan patuwen atau perkunjungan jika keluarga atau pribadi yang bersangkutan tidak mau dipatuweni.
Jadi intinya, ada komunikasi dua arah, ada interaksi dan relasi antar jemaat. Mulailah dengan berinteraksi di gereja. Menanyakan kabarnya, dan kemudian meminta ijin untuk datang dan main ke rumah untuk bersilaturahmi. Jika ini dilakukan niscaya setiap warga jemaat tidak lagi merasa asing di gereja ini.
Niat komisi warga dewasa (KWD) membentuk tim perkunjungan layak didukung. Bukan saja oleh majelis, namun oleh seluruh warga jemaat. Bisa saja tim ini bukan tim baru yang akan menggantikan fungsi diaken dan akan diformalkan dalam organisasi dan menambah jumlah bebadan atau tim yang ada di GKJ Bogor. Namun tim ini merupakan ’trigger’ atau pemicu setiap warga jemaat untuk saling memperhatikan.
Anggota tim ini pun bisa saja berubah seiring waktu, karena prinsipnya adalah sebuah kerelaan untuk memperhatikan. Semakin banyak orang yang meluangkan waktunya dan mau untuk memperhatikan, mengunjungi bahkan berdoa untuk jemaat yang lain, tentunya tim pelawatan ini semakin besar.
Siapa yang menjadi ’target’ dari tim pelawatan ini? Semestinya semua jemaat perlu mendapat perhatian. Hanya saja dalam melakukan pelayanan, kembali kepada pelayanan yang fokus. Siapakah yang sekarang menjadi prioritas jemaat yang perlu diperhatikan dikunjungi? Peran majelis dan pendeta sangat besar dalam menentukan prioritas ini. Bisa saja tim pelawatan melakukan jadual kunjungan sendiri, namun alangkah lebih baik jika pemimpin jemaat mampu memberikan arahan. Bisa saja jemaat yang kunjungi adalah jemaat yang sakit, yang kurang mampu, yang mengalami pergumulan dan ingin diperhatikan atau didengarkan jemaat lain.
Bagaimana dengan jemaat yang tidak pernah datang lagi ke GKJ Bogor. Tentu saja sebelum kita melakukan pelawatan harus dipilah lagi penyebabnya, dan sering kita berasumsi atau bahkan telah mengetahui latar belakangnya. Persoalan pribadi, persoalan keluarga dan kesulitan ekonomi yang tidak ada hubungannya dengan interaksi gereja bisa jadi menjadi penyebab. Jika kasusnya ini maka akan lebih mudah dilakukan patuwen, karena yang bersangkutan tidak memiliki persoalan khusus secara personal dengan anggota jemaat atau majelis. Latar belakan berikutnya adalah jika jemaat ini memiliki persoalan atau masalah dengan salah satu anggota jemaat atau anggota majelis. Ini lain persoalannya dan lebih pelik sehingga sulit untuk dilakukan patuwen oleh tim pelawatan. Interaksi atau patuwen harus dilakukan khusus oleh orang-orang yang ditunjuk sebagai wakil gereja dalam mengatasi persoalan jemaat yang bersangkutan. Harus tetap dimainkan sikap kehati-hatian dalam hal ini.
Kembali lagi, rasa saling memperhatikan dan saling mengasihi datang dari semua pihak, tidak bisa hanya satu pihak. Bagai cinta bertepuk sebelah tangan. Tidak akan tercapai tujuan untuk saling bersekutu jika masih ada jemaat yang berkeras hati dan tidak mau menerima jemaat lain. Mari bersama, entah melalui tim pelawatan, tim patuwen, tim perkunjungan atau apapun namannya, kita tetap saling memperhatikan satu sama lain, saling membangun dalam satu persekutuan yang indah di GKJ Bogor ini.

Persembahan Kantong atau Kotak ? Ah sama saja.

Suatu kali ada seorang ibu yang berbisik dan bertanya,” Mas, opo sih bedane antara persembahan kantong dan kotak?” Sontak saya kaget, la wong saya sendiri tidak yakin tahu jawabannya.
Zaman dahulu kala (ya tidak sehiperbola ini), kita menggunakan kantong PDMU. Kalau tidak salah P=Pelayanan Koinonia D=Diakonia M=Marturia (kesaksian) U=Umum. Pembagian ini berhubungan dengan alokasi persembahan akan dipakai untuk apa. Kantong P akan dipakai untuk pelayanan yang sifatnya peribadatan, pelayanan umum dan bernuansa persekutuan. Kantong D akan dipakai untuk pelayanan diakonia yang sifatnya membantu warga jemaat yang sekeng maupun jemaat yang memerlukan pelayanan khusus dari diaken. Kantong M akan dipakai untuk pelayanan marturia yakni pelayanan yang sifatnya pada penginjilan dan kesaksian serta membantu pihak-pihak lain yang melakukan penginjilan agar Firman Tuhan semakin diberitakan. Kantong U akan dipakai sebagai kas jemaat yang alokasinya bersifat umum.
Sebenarnya alokasi pos persembahan ini sangat baik dilakukan demi terciptanya administrasi keuangan gereja. Namun pada kenyataannya, prosentasi persembahan yang masuk diantara kantong ini sangat tidak seimbang. Kantong yang satu lebih besar dari kantong yang lain. Oleh sebab itu, GKJ Bogor yang saat itu masih wilayah dari GKJ Jakarta mengikuti aturan dari GKJ Jakarta untuk menggunakan satu kantong saja ditambah persembahan kotak.
Menurut bapak pendeta Setyo Budi P, pada esensinya antara persembahan kantong dan kotak tidak ada bedanya. Semua itu adalah persembahan sebagai ungkapan syukur kepada jemaat. Hanya secara praktis, hal itu dibedakan sesuai alur dan alokasinya.
Oleh karena itu saat ini GKJ Bogor mengenal beberapa jenis persembahan, yakni persembahan kantong, persembahan kotak, persembahan bulanan, persembahan bokor (khusus) untuk perayaaan tertentu. Persembahan kantong dialokasikan bagi kas jemaat yang akan dipergunakan untuk setiap aktifitas gereja, baik penatalayanan, kemajelisan, diakonia maupun hal-hal lain yang sifatnya ’operasional’. Sedangkan persembahan kotak, dialokasikan untuk kegiatan yang sifatnya khusus, insidental dan tidak langsung berhubungan dengan ’operasional gereja’. Hal ini disampaikan pula oleh mantan bendahara majelis Pnt Sri Hardono bahwa persembahan kotak sering kali dipakai untuk sumber dana panitia-panitia tertentu, misal untuk panitia sidang klasis, panitia natal, panita paskah atau bahkan sering kali dipakai untuk persembahan bagi kepedulian gereja ini ke pihak luar.
Bicara soal persembahan ini, kita pasti bicara soal uang. Dan itu sangat sensitif dalam kehidupan bergereja. Banyak orang sungkan berbicara tentang uang dan persembahan ini di dalam gereja. Kata orang, uang dapat merusak persaudaraan dan persahabatan. Apalagi di gereja ini sebagian besar adalah suku jawa yang sering tidak mau berbicara banyak soal uang dan persembahan karena dianggap tabu. Sebagai majelis yang diberi kepercayaan mengelola uang persembahan, kita perlu hikmat dan kebijaksanan dalam mengelola persembahan ini demi terlaksananya proses peribadatan dan pelayanan di gereja ini. Tentu saja sebagai jemaat kita juga perlu hikmat dan bijaksana untuk menyerahkan pengelolaan keuangan ini kepada majelis.
Yang sering terjadi adalah kesalahpahaman dan komunikasi yang terhambat antara majelis dan jemaat, sehingga ada gesekan dan perbedaan pendapat mengenai alokasi pengeluaran dan pemakaian dana dan keuangan gereja. Ini yang perlu dibuat harmonisasinya. Laporan keuangan yang dibuat majelis setiap bulannya, semestinya transparan dan jelas sehingga jemaatpun mengerti dan memahami, apa yang dilakukan gereja ini dari uang persembahan. Dan sebagai jemaatpun semestinya kita perlu menanyakan kepada majelis jika ada hal-hal yang tidak kita pahami, agar tidak terjadi kasak-kusuk bagai gosip infotainmen di kalangan jemaat akibat ulah jemaat itu sendiri.
Kembali pada esensinya yang sering kita dengar ketika majelis mengajak jemaat untuk mengumpulkan persembahan, Roma 12:1. Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, ...

Rabu, 12 Mei 2010

Pokok Doa : Sekedar Tempelan?

Pernahkah anda mendoakan gereja kita melalui pokok doa yang ada di warta jemaat? Lebih sederhana lagi, apakah kita membaca pokok doa yang ada di warta? Sebenarnya apa sih peranan atau fungsi pokok doa dalam warta jemaat itu. Menjadi tuntunan kita dalam berdoa di rumah? Mengingatkan pengkotbah bahwa doa syafaatnya ada dalam warta jemaat? Lalu, isi doanya sendiri apakah hanya khusus yang kita doakan dalam minggu itu, atau pokok doa yang terus menerus ada dalam pergumulan jemaat atau jemaat tertentu saja.
Banyak pertanyaan yang belum jelas benar terjawab. Mari kita bahas satu per satu. Menjawab pertanyaan bahwa pokok doa dalam warta tersebut kita bawa dalam doa kita sehari hari sangat tergantung dari perilaku jemaat Bogor dalam melakukan doa pribadi dan keluarga. Tentu saja tidak semua jemaat memiliki kebiasaan berdoa yang baik. Ada yang melakukannya ada yang tidak. Perlukah kita mendorong mereka melakukan kebiasaan doa pribadi dan keluarga? Pertanyaan yang menjadi retorika yang tidak penting, karena tugas kita sebagai jemaat adalah mendorong keterikatan dan ketergantungan kita dengan Tuhan sebagai juruselamat kita. Adanya MPHB dan MPDK tentu saja menjadi alat mendorong kebiasaan itu. Namun berapa lama itu dilakukan, seringkali hanya menjadi bagian dari seremoni saja tanpa makna.
Doa sejatinya adalah berbicara dengan Allah; berbakti kepada Allah, bersyukur kepadaNya dan memohon sesuatu daripada Allah. Doa adalah “leher” yang menghubungkan “kepala” (Kristus) dengan “tubuh” (Anak-anakNya) dalam bentuk interaktif yang mesra dimana Kristus memberi perhatian dan jawaban-jawaban kepada anak-anakNya yang datang meminta, mencari & mengetok (Matius 7:7-8). Jadi bagaiman mungkin kita sebagai jemaat mampu memahami Firman Tuhan menjadi pelayan, tanpa berinteraksi dengan Siapa yang kita layani yakni Tuhan Yesus.
Yang kedua, membaca pokok doa di warta. Bisa ya bisa tidak, lha wong kadang pengkotbah saja tidak menggunakan pokok doa ini dalam doa syafaat. Mungkin saja jemaat menjadi jenuh dengan isi pokok doa dalam warta jemaat ini. Lha wong isinya itu-itu saja sepanjang minggu, bulan dan tahun tidak penah berubah. Jadi untuk apa dibaca lagi. Mungkin saja ada pembaruan dalam isi pokok doa, kita hanya fokus untuk apa yang kita lakukan dalam minggu berjalan. Misalnya, siapa yang punya pergumulan dalam minggu ini, yang sakit, persoalan dan acara gereja dalam minggu ini. Jadi yang sifatnya umum dan sudah kita doakan bertahun-tahun dan tidak terselesaikan, rasanya tidak perlu dicantumkan lagi supaya tidak menimbulkan rasa jenuh dalam membaca warta jemaat. Ingat konteks nya adalah pencantuman pokok doa dalam warta. Bukankah lebih baik kita berdoa secara specifik apa yang kita minta, meski kita paham bahwa Tuhan sudah tau apa yang kita minta sebelum kita mengucapkannya.
Yang kedua setengah berkaitan dengan isi pokok doa, ada beberapa contoh yang membingungkan. Selalu kita berdoa akan mendapat rumah ibadah sendiri. Setiap minggu pokok doa ini ada di warta. Pertanyaan saya, apakah rumah ibadah yang di pulo armin bukan rumah ibadah milik kita sendiri? Jika yang dimaksud adalah rumah ibadah yang memang memiliki ijin peruntukan gereja. Bukankah pokok doa akan tertulis, mendapatkan rumah ibadah yang berijin. Ini salah satu contoh saja.
Yang ketiga, tentu saja kalo mendapatkan warta jangan langsung ditinggal di gereja atau dibuang. Artinya kita melewatkan pokok doa yang bisa kita panjatkan kepada Tuhan dalam doa pribadi kita.
Sebagai tambahan saya mau kutipkan sebuah artikel bagus dalam blog seorang teman yang mengatakan bahwa Alkitab memberi beberapa alasan mendasar, mengapa setiap orang Kristen harus selalu memiliki kehidupan doa yang permanen/ berkesinambungan. Yang pertama, doa dapat membangun dan membina komunikasi penuh keakraban dengan Allah Bapa sehingga dapat mengenal rencana dan kehendakNya dalam kehidupan kita. (Mat. 6:6, Roma 1:10; 8:27-28). Yang kedua, doa menjadi cara untuk mengenal pribadi dan kasih Yesus (Efesus 3:18-19; Filemon 1:6). Yang ketiga, doa adalah permohonan akan pengampunan atas kesalahan dan dosa yang telah diperbuat (Lukas 11:4). Yang keempat, doa adalah permohonan akan kekuatan Allah untuk memampukan kita menghadapi penderitaan (Lukas 22:41-44; Yakobus 5:13). Yang kelima, doa adalah permohonan supaya jangan jatuh dalam pencobaan yang dapat mengakibatkan gugurnya iman (Matius 26:41; Lukas 22:31-32). Yang keenam, doa adalah permohonan yang meminta supaya orang lainpun dapat menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat (Kolose 4:3; 2 Tes. 3:1). Yang ketujuh, kita berharap melalui doa supaya terjadi pemulihan, baik secara jasmani maupun rohani sehingga dapat memberi semangat/hidup baru dalam mengiring dan melayani TUHAN (Maz. 41:4; 80:4; 85:5; 126:4).
Selamat berdoa.

Tantangan Pelayanan : Emang Enak Jadi Majelis atau Pengurus Komisi ?


Sudahkah kita melayani? Atau kita ingin dilayani? Mari datang rumah makan atau restoran, dijamin kita pasti dilayani, tentunya dengan kompensasi kita harus membayar untuk dilayani. No money no service.
Hukum ini mestinya sangat nyata dan logis ditengah kehidupan manusia. Balik lagi hubungan sebab akibat, sebenarnya Yesus sudah mengajarkan kepada kita mengenai hukum sebab akibat ini, misalnya dalam doa bapa kami, ”Ampunilah kami, atas kesalahan kami seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami.” Balik lagi kan, kalo mau diampuni, ya harus mengampuni.
Sebelum membahas masalah pelayanan secara kristiani, lebih baik kita membahas dulu apa terminologi melayani. Melayani menurut kamus bahasa Indonesia adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan pelayanan sebagai usaha melayani kebutuhan orang lain. Sedangkan melayani adalah membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan seseorang.
Ada beberapa komponen dalam melayani, yakni pihak yang melayani, pihak yang dilayani, alat untuk melayani dan interaksi antar pihak.
Pertanyaannya sekarang, apakah kita ini menjadi orang yang dilayani atau orang yang melayani? Mungkin sebagian orang yang aktif dalam gereja ini menjawab, ”saya orang yang melayani”, sebagian lagi yang merasa tidak aktif menjawab,”mungkin saya termasuk orang yang dilayani”. Dua-duanya bisa jadi betul dan bisa juga salah. Maklum dalam dunia sebenarnya cuma ada dua pilihan, benar atau salah. Pilihan yang ketiga bisa benar bisa salah.
Seperti dalam sarasehan KWD di gereja beberapa waktu yang lalu, tercetus pendapat bahwa melayani selalu diidentikan dengan posisi warga jemaat dalam organisasi gereja. Semakin banyak masuk menjadi komisi dan pengurus, semakin muncul anggapan bahwa yang bersangkutan adalah orang yang sangat berdedikasi dan penuh pelayanan. Kembali lagi bisa benar bisa tidak.
Melayani sejatinya kembali pada esensi melayani itu sendiri. Siapa yang kita layani. Dalam Matius 9:37-38, Maka kata-Nya kepada murid-murid-Nya: "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu." Jadi sebenarnya kita menjadi pekerja untuk apa dan siapa? Beberapa ahli teologia mengatakan bahwa tuaian itu adalah jiwa jiwa yang perlu diselamatkan. Jadi kita yang diminta untuk bekerja supaya sang Tuan pemilik kebun mendapatkan panen/tuaian yang banyak.
Dari sini jelas, bahwa melayani dan bekerja di ladang Tuhan, esensinya adalah bekerja untuk Tuhan, bukan untuk Tuaian. Kelihatannya kesimpulan ini sangat implisit sekali, sulit untuk diterapkan karena secara fisiki kita tidak berinteraksi dengan Tuhan.
Kalo kita lihat komponen berikutnya, yakni interaksi antar pelayan dan yang dilayani. Disinilah faktor yang kasat mata yang bisa dilihat manusia. Matius 25:34-36, Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum, ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku”
Inilah implementasi dalam melakukan pelayanan. Tidak lagi implisit dengan menggunakan nama Tuhan untuk mengklaim bahwa kita melayani Tuhan dengan aktif dalam organisasi, namun tanpa melakukan apa yang difirmankan dalam injil Matius ini.
Menjadi majelis, menjadi pengurus komisi adalah simbol bahwa kita memiliki kewenangan untuk menentukan aktifitas apa yang akan kita lakukan dalam rangka melayani. Simbol yang seringkali diasosiasikan dengan apa yang dinamakan kebanggaan. Kebanggaan bahwa saya sudah melayani Tuhan, jadi orang lain yang tidak (mau) jadi pengurus adalah orang yang tidak mau melayani Tuhan.
Mestinya kewenangan ini dimanfaatkan untuk menggerakkan seluruh warga jemaat untuk mau mengimplementasikan konsep melayani itu dengan cara berinteraksi. Jangan sampai pengurus komisi atau majelis menjadi pelayan tanpa interaksi. Mereka tahu siapa yang akan dilayani, namun tak pernah memulai melayani karena tidak pernah melakukan interaksi.
Ada faktor penting lagi yang perlu dicermati adalah melayani sebagai upaya memenuhi kebutuhan orang yang dilayani. Artinya penting bagi kita untuk tahu kebutuhan jemaat kita. Bagi pengurus komisi dan majelis yang notabene sudah merasa diri sebagai pelayan, tentunya percaya pada Kristus, melakukan hukum kasih dan kebutuhan pemenuhan akan kerohanian adalah penting dalam kehidupan mereka. Namun bagi sebagian warga jemaat, kebutuhan perut menjadi faktor utama dalam kehidupan mereka. Malah sebagian jemaat seringkali apriori terhadap kehadiran Tuhan dalam kehidupan mereka, mengingat kehidupan mereka secara ekonomi tidak pernah menentu.
Seperti kata Abraham Maslow dalam teorinya, penuhi dulu kehidupan primernya, economic needs, niscaya jika itu tercipta, sehingga kebutuhan akan rasa aman dalam diri seseorang terpenuhi. Aman dan tidak khawatir akan apa yang mereka makan dan minum, aman akan masa depan mereka sehingga dari situ muncul step kebutuhan untuk mengasihi dan dikasihi. Pada tahap inilah, pemahaman spiritual akan Firman Tuhan mulai menyatu dengan kehidupan mereka. Jangan berharap banyak mereka akan memiliki ketahanan spiritual, meski ada firman Tuhan dalam Matius 6:33-34, ”Carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Janganlah kuatir akan hari esok....” Bagaimana mungkin mereka akan meresapi firman ini, karena kenyataan di dalam kehidupan mereka, mereka masih kekurangan dan tidak menentu masa depannya?
Peran diakonia gereja menjadi unsur penting untuk masuk dalam permasalahan ini. Kata diakon berasal dari kata Yunani diakonos, yang kerap diterjemahkan sebagai pelayan. Dalam tata gereja GKJ, diaken adalah pejabat gerejawi yang dipilih, dipanggil, dan diteguhkan oleh jemaat untuk melayani jemaat Tuhan dengan sukarela, yang tugas utamanya pelayanan kasih. Melayani jemaat Tuhan adalah intinya. Apa interaksi yang dibentuk dalam pelayanan ini. Kembali ke kebutuhan jemaatnya. Sudahkah diaken gereja ini mengerti betul akan kebutuhan jemaatnya.
Ada parodi dalam menangkap dan memahami kebutuhan jemaat ini. Bagaikan makan dengan mata tertutup, yang seorang menyendok sesuatu, dan berkata,”emm ayamnya enak, ini pasti ayam goreng”. Yang kedua berkata,”saya makan krupuk”, yang ketiga berkata,”tidak ini pedas, pasti saya makan sambel”, yang keempat,”tidak, ini adalah nasi yang lembek sekali.” Jika demikian, kesimpulannya apa.
Kembali lagi, gereja ini perlu mereformasi fokus pelayanannya. Jika fokus pelayanan gereja ini adalah membangun infrastruktur secara fisik, rumah pastori, gedung gereja. Jangan heran yang hadir dalam kegiatan gereja adalah orang-orang yang itu-itu aja, karena tipe jemaat ini adalah orang yang sudah terpenuhi kebutuhan ekonomi dan sudah memiliki pemahaman spiritual akan rasa aman di dalam Tuhan Yesus Kristus.
Bagilah prosentasi fokus pelayanan pada hal lain. Diakonia! Pelayanan kedalam. Membantu struktur ekonomi keluarga jemaat tidak akan pernah salah, memberikan bantuan dana ke jemaat tidak pernah salah dan tidak menyalahi aturan gereja. Memberikan pinjaman untuk modal usaha, juga tidak menyalahi aturan gereja. Bukan tidak mungkin masih ada pemahaman dari jemaat dan majelis bahwa keuangan gereja tidak dipakai untuk pinjam meminjam.
Ujung dari semua itu adalah memenuhi kebutuhan dasar jemaat, terutama yang memiliki persoalan ekonomi dan ”rasa aman” akan kehidupannya. Dengan gereja hadir di tengah mereka, artinya Tuhan hadir bersama mereka. Ketahanan spiritual akan terbentuk seiring implementasi nyata dalam kehidupan mereka, bahwa kebutuhan mereka akan tercukupi, sehingga mereka merasakan secara nyata bahwa Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan (Yeremia 29:11).
Selamat menjadi pelayan.

Minggu, 02 Mei 2010

Sarasehan KWD


Sabtu satu Mei 2010 adalah kali kedua Komisi Warga Dewasa GKJ Bogor bikin acara sarasehan di tahun ini.
Sarasehan yang kedua ini membahas tentang Hidupku Pelayananku. Sebagai pembicara yakni pak pendeta Setyo Budi P, pak pnt Andreas, pak Basuki Reksonugroho.
Acara cukup ramai dihadiri sekitar 30 warga jemaat dari 5 kelompok yang ada di GKJ Bogor.
Bagaimana sih hidup yang melayani itu, ibarat sebuah mobil, apa sih peran yang dimainkan oleh individu individu yang ada di GKJ Bogor?
Pnt Andreas cukup menarik dalam mengibaratkan pelayan itu bagai komponen dalam sebuah mobil.
Hal yang menjadi perbincangan seru adalah ketika pelayanan selalu dianalogikan dalam sebuah posisi tertentu dalam organisasi. Bagaimana dengan pelayanan di belakang layar?
Tentu saja bahasan klasik mengenai jemaat yang aktif dalam kegiatan gereja menjadi sorotan. Apa peran majelis dalam hal ini? Bagaimana jemaat yang tidak aktif itu mau ambil bagian. Penjelasan pak pendeta mengenai sepuluh orang samaria yang disembuhkan Tuhan, dan hanya kembali satu orang belum menjawab pertanyaan ini. Apakah kita diam saja melihat mereka menghilang.
Usul KWD untuk membentuk tim pelawatan menarik untuk ditindaklanjuti, meski sebenarnya tugas tersebut merupakan tugas diaken yang bertanggung jawab pada pelayan diakonia di internal GKJ Bogor.
Dibalik itu semua, langkah KWD mengadakan sarasehan ini perlu diacungi jempol.

Pengantar

kata orang, "tak kenal maka tak sayang". Benarkah begitu? Tidak selalu jawabnya. Ada yang semakin mengenal semakin tahu sifat baik dan buruknya. Semakin dilihat dari perspektif negatif tentu saja pengenalan ini bukan mendekatkan malah menjauhkan kita dari dia.
Maka itu kenallah dalam perspektif positif, apapun yang dilakukannya, baik atau buruk, menyenangkan atau menyebalkan adalah bagian dari proses kita memahami dan mencintai.
GKJ Bogor dalam perjalanannya tidak selalu menyenangkan, kadang sering diwarnai perselisihan dan beda pendapat. Namun yang perlu digaris bawahi adalah karena itu terjadi akibat rasa cinta dimana setiap orang ingin berbuat sesuatu di gereja ini.
Jadi sumonggo saling belajar, sharing dan bertumbuh sebagai dalam persekutuan yang saling mengasihi dan membangun di dalam Tuhan Yesus Kristus
Selamat melayani.