Pengantar Blog

Kata orang, "tak kenal maka tak sayang". Benarkah begitu? Tidak selalu, jawabnya. Semakin dilihat dari perspektif negatif tentu saja pengenalan ini bukan mendekatkan malah menjauhkan kita dari dia. Maka itu kenallah dalam perspektif positif, apapun yang dilakukannya, baik atau buruk, menyenangkan atau menyebalkan, adalah bagian dari proses kita memahami dan mencintai.

Namun yang perlu digaris bawahi adalah karena itu terjadi akibat rasa cinta dimana setiap orang ingin berbuat sesuatu di gereja ini.Jadi sumonggo saling belajar, sharing dan bertumbuh sebagai dalam persekutuan yang saling mengasihi dan membangun di dalam Tuhan Yesus Kristus.


Jumat, 14 Mei 2010

Kasih Bertepuk Sebelah Tangan

Suatu hari ada seorang kristen berjalan tergesa-gesa masuk ke sebuah gereja. Mungkin karena terlambat, seorang Kristen ini langsung berdoa dan mendengarkan khotbah pendeta. Akhir kebaktian ia pun menoleh ke kiri dan ke kanan. Wajahnya kebingungan. Tidak ada seorangpun yang dikenalnya. Ah ternyata dia salah masuk gereja.
Kisah ini bukan mustahil terjadi pada diri kita. Datang ke gereja bagaikan orang asing. Kita hanya fokus pada diri kita sendiri. ”Pokoknya saya datang ke gereja, memuji Tuhan dan mendengarkan firman Tuhan”. Bahkan kita sama sekali (boleh dikatakan tidak peduli) terhadap orang di samping kiri dan kanan kita.
Mungkin kejadiannya tidak se-ekstrim kisah di atas. Namun pernahkah kita menyadari kita atau orang lain menjadi orang asing di gereja kita? Ah, saya kenal kok siapa dia, mungkin itu jawab kita.
Menjadi orang asing sangat tidak menyenangkan. Do not talk to stranger, judul sebuah film. Terjadi perbedaan atau gap antara kita dengan orang lain, baik itu budaya, pengetahuan, bahasa bahkan relationship (hubungan antar manusia).
Gap yang terjadi di gereja biasanya bukan terjadi karena kita tidak mengenal orang yang bersangkutan. Gap yang terjadi karena kita tidak mau tahu dan mengerti bagaimana keadaaannya. Dan ini terjadi karena kita semakin tidak peduli terhadap orang lain dan hanya berfokus pada diri kita sendiri.
Pertanyaan berikut, pernahkah kita mencoba lebih dekat dengan orang lain (baca jemaat GKJ Bogor) yang bukan keluarga kita? Bagaimana dengan jemaat dalam satu kelompok? Bagaimana dengan jemaat yang bukan satu kelompok?
Ah ngapain mas, lha wong mengurusi diri sendiri saja tidak becus.
Istilah patuwen atau perkunjungan merupakan istilah yang familiar di kalangan gereja untuk saling mengunjungi dan memperhatikan satu sama lain, antar jemaat, antar keluarga. Melalui patuwen kita saling menguatkan satu sama lain. Rommy Rafael, praktisi Hipnotis terkenal pernah mengatakan, akan sulit menghipnotis seseorang, jika seseorang itu juga tidak mau membuka diri untuk dihipnotis. Nah begitu juga patuwen, akan sulit dilakukan patuwen atau perkunjungan jika keluarga atau pribadi yang bersangkutan tidak mau dipatuweni.
Jadi intinya, ada komunikasi dua arah, ada interaksi dan relasi antar jemaat. Mulailah dengan berinteraksi di gereja. Menanyakan kabarnya, dan kemudian meminta ijin untuk datang dan main ke rumah untuk bersilaturahmi. Jika ini dilakukan niscaya setiap warga jemaat tidak lagi merasa asing di gereja ini.
Niat komisi warga dewasa (KWD) membentuk tim perkunjungan layak didukung. Bukan saja oleh majelis, namun oleh seluruh warga jemaat. Bisa saja tim ini bukan tim baru yang akan menggantikan fungsi diaken dan akan diformalkan dalam organisasi dan menambah jumlah bebadan atau tim yang ada di GKJ Bogor. Namun tim ini merupakan ’trigger’ atau pemicu setiap warga jemaat untuk saling memperhatikan.
Anggota tim ini pun bisa saja berubah seiring waktu, karena prinsipnya adalah sebuah kerelaan untuk memperhatikan. Semakin banyak orang yang meluangkan waktunya dan mau untuk memperhatikan, mengunjungi bahkan berdoa untuk jemaat yang lain, tentunya tim pelawatan ini semakin besar.
Siapa yang menjadi ’target’ dari tim pelawatan ini? Semestinya semua jemaat perlu mendapat perhatian. Hanya saja dalam melakukan pelayanan, kembali kepada pelayanan yang fokus. Siapakah yang sekarang menjadi prioritas jemaat yang perlu diperhatikan dikunjungi? Peran majelis dan pendeta sangat besar dalam menentukan prioritas ini. Bisa saja tim pelawatan melakukan jadual kunjungan sendiri, namun alangkah lebih baik jika pemimpin jemaat mampu memberikan arahan. Bisa saja jemaat yang kunjungi adalah jemaat yang sakit, yang kurang mampu, yang mengalami pergumulan dan ingin diperhatikan atau didengarkan jemaat lain.
Bagaimana dengan jemaat yang tidak pernah datang lagi ke GKJ Bogor. Tentu saja sebelum kita melakukan pelawatan harus dipilah lagi penyebabnya, dan sering kita berasumsi atau bahkan telah mengetahui latar belakangnya. Persoalan pribadi, persoalan keluarga dan kesulitan ekonomi yang tidak ada hubungannya dengan interaksi gereja bisa jadi menjadi penyebab. Jika kasusnya ini maka akan lebih mudah dilakukan patuwen, karena yang bersangkutan tidak memiliki persoalan khusus secara personal dengan anggota jemaat atau majelis. Latar belakan berikutnya adalah jika jemaat ini memiliki persoalan atau masalah dengan salah satu anggota jemaat atau anggota majelis. Ini lain persoalannya dan lebih pelik sehingga sulit untuk dilakukan patuwen oleh tim pelawatan. Interaksi atau patuwen harus dilakukan khusus oleh orang-orang yang ditunjuk sebagai wakil gereja dalam mengatasi persoalan jemaat yang bersangkutan. Harus tetap dimainkan sikap kehati-hatian dalam hal ini.
Kembali lagi, rasa saling memperhatikan dan saling mengasihi datang dari semua pihak, tidak bisa hanya satu pihak. Bagai cinta bertepuk sebelah tangan. Tidak akan tercapai tujuan untuk saling bersekutu jika masih ada jemaat yang berkeras hati dan tidak mau menerima jemaat lain. Mari bersama, entah melalui tim pelawatan, tim patuwen, tim perkunjungan atau apapun namannya, kita tetap saling memperhatikan satu sama lain, saling membangun dalam satu persekutuan yang indah di GKJ Bogor ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar